Selasa, 21 Desember 2010

Akhlak dan Moral



MORAL ETIKA
Oleh : Ai Dewi Aminah

A. Pendahuluan
Pengaruh lingkungan di sekitar kita sangat berpengaruh sekali dan juga sangat menentukan proses pembentukan akhlaq individu dan sosial. Tidak diragukan lagi bahwa setiap individu akan menerima masalah-masalah agama dan akidah. Oleh karena itu, perlu sekali mengetahui tentang akhlaq, baik akhlaq terpuji maupun akhlaq terpuji (mahmudah) maupun akhlaq tercela (madzmumah).
Akhlaq yang baik dapat diperoleh dengan berjuang untuk menyucikan jiwa, mengarahkannya untuk berbuat taat dan menjauhkan diri dari berbagai dosa dan maksiat. Oleh karena itu, dapat dikatakan berbagai perbuatan ibadah tidak lain merupakan sarana untuk mencapai akhlaq yang baik dan Rasulullah merupakan contoh atau suri tauladan dalam hal ini karena yang membimbing dan membina terciptanya akhlaq Rasulullah saw. adalah Allah.
Dalam al-Quran banyak mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan akhlaq, baik berupa perintah untuk berakhlaq yang baik, maupun larangan berakhlaq yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang yang melanggarnya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya akhlaq dalam ajaran Islam, karena akhlaq yang baik (mahmudah) akan membawa kemasalahatan dan kemuliaan kehidupan.

B. Pengertian Akhlaq
Perkataan akhlaq dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, “أَخْلاَقٌ”, bentuk jamak dari “خُلُقٌ” yang secara etimologis berarti budi pekerti, watak, perangai, tingkah laku, etika atau tabi’at. Sedangkan menurut istilah ialah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakukan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir. (Imam Ghazali)
Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan, akhlaq adalah “Nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik dan buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.” Menurut Ahmad Amin akhlaq adalah membiasakan kehendak. Menurut Ibnu Maskawih akhlaq adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan sebelumnya.”
Sedangkan Ilmu akhlaq adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan untuk melakukan apa-apa yang harus diperbuat.
Di dalam kamus al-Kautsar, Ilmu aklak diartikan sebagai ilmu tatakrama. Jadi, ilmu akhlaq ialah ilmu yang berusaha untuk mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi hukum-hukum/nilai kepada perbuatan itu, baik atau buruk sesuai dengan norma-norma akhlaq dan tata susila. Sedangkan ilmu akhlaq dalam The Ecyclopedia of Islam dirumuskan, “it is the science of virtues and the way how to ecquire them of vices and the way how to quard a against them” (ilmu akhlaq ialah ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya. (Har Gibb, et., al 1960 : 327)
Dari pengertian di atas dapat dirumuskan, bahwa ilmu akhlaq adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam pergaulannya dnegan Tuhan dan manusia.

C. Persamaan dan Perbedaan Akhlaq, Moral, Etika dan Budi Pekerti
1. Persamaan Akhlaq, Moral, Etika dan Budi Pekerti
Pada dasarnya antara akhlaq, moral, etika dan budi pekerti tidak ada perbedaan karena sama-sama membahas baik buruk tingkah laku manusia. Bukti dari persamaan di antaranya adalah bahwa akhlaq itu berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari “خُلُقٌ” yang memiliki arti tabiat, budi pekerti, watak atau sinonim untuk perkataan akhak seperti kesusilaan, sopan santun, dalam bahasa Indonesia juga mempunyai arti moral dan etika. Sedangkan menurut bahasa Inggris dengan nama ethos, ethikos dalam bahasa Yunani.
Para pakar akhlaq berpendapat bahwa etika itu sama dengan akhlaq, karena keduanya membahas masalah baik buruknya tingkah laku manusia. Sedangkan moral berkaitan dengan ide-ide tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang buruk.

2. Perbedaan Akhlaq, Moral, Etika dan Budi Pekerti
Kendati pemakaian etika sering disamakan dengan pengertian ilmu akhlaq, namun juga diteliti secara seksama, maka sebenarnya antara keduanya mempunyai segi perbedaan di samping ada persamaannya antara lain terletak pada objeknya, yang menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlaq) yang melahirkan prilaku atau perbuatan manusia, di dalam agama dan ajaran Islam adalah al-Quran yang dijelaskan dan dikembangkan oleh Rasulullah dengan sunnah Beliau yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu di suatu masa.
Oleh karena itu, dipandang dari sumbernya, akhlaq Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya. Sedangkan moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu tempat tertentu. Konsekuensinya akhlaq Islam bersifat mutlak, sedangkan moral dan etika bersifat relatif (nisbi).

D. Sumber Akhlak
1. Aklak yang Bersumber Keagamaan
Kelompok akhlak yang bersumber keagamaan adalah akhlak berdasar agama samawi seperti Islam. Kristen, Yahudi dan juga agama ardhi,s eperti Hindu, Budha, Kong Hucu, Sinto, dan lain-lain serta kepercayaan kepada yang Ghaib, seperti dinamisme, totemisme.
Akhlak yang bersumber keagamaan ini memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya dengan dengan Tuhan maupun dengan sesamam manusia, berdasarkan aturan-aturan dalam agama itu sendiri. Motivasi yang paling kuat untuk melaksanakan akhlak keagamaan adalah adanya kepercayaan akan ganjaran bagi orang yang berbuat baik dan siksa bagi orang yang berbuat jahat dari sesuatu kekuatan yang bersifat ghaib, seprti Tuhan, dewa, ruh atau jiwa.

2. Akhlak Sekuler
Akhlak sekuler adalah akhlak yang bersumber dari hasil ciptaan kebudayaan manusia semata-mata dengan mengenyampingkan pengaruh-pengaruh yang bersifat ghaib. Sumber-sumber hasil ciptaan manusia yang menjadikan atau membentuk akhlak sangat banyak dan kompleks tetapi sumber mana yang paling dominan atau paling kuat pengaruhnya terhadap seseorang atau masyarakat, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli filsafat akhlak. Pada garis besarnya, pendapat-pendapat itu dapat dikelompokkan kepada dua kelompok, yaitu instink dan pengelaman.

E. Tujuan Akhlak
Akhlak adalah suatu upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya dan akhlak pulalah yang membedakan manusia dengan binatang. Kemajuan ilmu pengetahuan tanpa akhlak tidak bisa mempertahankan manusia dari kepunahan.
Oleh karena itulah Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang mengutus seorang nabi untuk menyempurnakan ajaran-ajaran akhlak yang telah dibawa oleh para nabi terdahulu, demi menjaga kelangsungan kehidupan manusia dari kepunahan, akibat telah rusaknya akhlak manusia pada zaman ini.
Seluruh ajaran Nabi saw. secara ringkas dan padat dinyatakan bahwa semua itu adalah untuk menyempurnakan akhlak.
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ (رواه مسلم)
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus supaya aku mengembangkan akhlak yang luhur.” (HR. Muslim)

F. Ruang Lingkup Akhlaq
Menurut pendapat Muhammad Abdullah Daraz dalam kitabnya “Dustur al-Akhlaq fi al-Islam” membagi ruang lingkup akhlaq menjadi lima bagian, yaitu:
1. Akhlaq Pribadi (al-Akhlaq al-Fardiyah), yang meliputi:
a. Yang diperintahkan (al-Awamir);
b. Yang dilarang (an-Nawahi);
c. Yang dibolehkan (al-Mubahat); dan
d. Akhlaq dalam keadaan dlarurat (al-Mukhalafah bi al-Idhtirar).
2. Akhlaq berkeluarga (al-Akhlaq al-Usairiyah), terdiri dari:
a. Wajib timbal balik antara orang tua dengan anak (wajibat nahwa al-Ushul wa al-Furu’);
b. Kewajiban suami isteri (wajibat baina al-Azwaj); dan
c. Kewajiban terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-Aqarib).
3. Akhlaq bermasyarakat (al-Akhlaq al-Ijtima’iyah), terdiri dari:
a. Yang dilarang (al-Mahzhurat);
b. Yang diperintahkan (al-Awamir); dan
c. Kaidah-kaidah adab (Qawa’id al-Adab).
4. Akhlaq bernegara (al-Akhlaqu al-Daulah), terdiri dari:
a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘Alaqat baina ar-Rais wa asy-Sya’b);
b. Hubungan luar negeri (al-‘Alaqat al-Kharijiyah); dan
5. Akhlaq beragama (al-Akhlaq ad-Diniyah), yaitu kewajiban terhadap Allah swt. (wajibat nahwa Allah)
Menurut pendapat mayoritas ulama, ruang lingkup akhlaq dikelompokkan menjadi beberapa hal berikut, yaitu:
1) Hubungan Manusia dengan Allah
Hubungan manusia dengan Allah swt., menurut ajaran ke-Tuhan-an Yang Maha Esa merupakan prima causa huhungan-hubungan yang lain, karena itu hubungan inilah yang seharusnya diutamakan dan secara tertib diatur tetap dipelihara. Sebab, dengan menjaganya manusia akan terkenali tidak melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dan sesungguhnya inti taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Manusia harus senantiasa memperhatikan dan mengindahkan larangan-larangan-Nya. Larangan itu tidak banyak, tetapi sangat asasi dalam memelihara kelangsungan hidup dan kehidupan manusia di dunia yang fana ini. Pemeliharaan hubungan dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu dapat dilakukan, antara lain:
a. Tidak menyekutukan Allah swt. dengan apapun juga. Hendaknya seorang muslim mengetahui kekuasaan Allah, tidak ada satu pun yang menyamai kekuasaan Allah. Oleh karena itu, hanya Allah-lah yang berhak untuk disucikan dan diagungkan:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.
b. Mentaati, takut dan bertaqwa kepada Allah swt.
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah swt. maka Dia akan mengeluarkannya dari berbagai kesulitan dan melimpahkan rezeki yang banyak.” Dan taat kepada seluruh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah berarti taat kepada Allah.
c. Mencintai Allah swt. dengan cara mencintai perintah-Nya dan menjauhi larangannya.
d. Selalu mencari keridhaan Allah swt. sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya.
Hendaknya seorang muslim selalu mengingat Allah, Dzat Yang Maha Menciptakan alam semesta ini, di mana Dia telah menundukan bumi, lautan dan bintang-bintang. Oleh karena itu, seorang muslim selalu memohon petunjuk dan rahmat kepada Allah, jalan dan harapan untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah hanya akan diperoleh melalui amal saleh.
e. Bersyukur kepada Allah secara lisan dan perbuatan. Dengan lisan bersyukur dilakukan dengan mengucapkan “al-Hamdulillah”. Bersyukur dengan perbuatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan segala pemberian Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya. Firman Allah swt.
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوْءً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا. (إبراهيم : 7)
Selain bersyukur umat manusia juga harus selalu menyebut nama Allah swt.
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ
Dan selalu beristighfar agar Allah selalu senantiasa menjaga dan memelihara kita.
f. Selalu memohon dan berdo’a kepada Allah. Firman Allah swt., “Berdo’alah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi permohonan padamu………” (Q.S. Ghafir : 60)

2) Hubungan Manusia dengan Manusia
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah swt., dimensi kedua adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama.
Hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara antara lain:
a. Menegakkan keadilan dan kebenaran. Keadilan dan kebenaran sebagai sentral untuk mewujudkan kesejahteraan.
b. Mempunyai kedudukan yang sama; manusia dalam hubungan dengan sesamanya dinyatakan, bahwa manusia itu sama, kecuali karena sikap ketaqwaannya. Di gambarkan dalam firman Allah swt.:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (الحجرات : 13)
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurat : 13)

c. Mempunyai pluralisme; dalam hubungan sesama manusia tidak dibernarkan adanya diskriminasi berdasarkan kemestian hidup yang menjadi bawaan kodrati, seperti ras, suku, agama dan pandangan hidup seseorang. Oleh sebab itu, tidak ada paksaan dalam agama, sebagaimana firman Allah swt.:
لآ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِأللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَانْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ (البقرة : 256)

Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah : 256)

d. Saling menghormati dan menghargai antar manusia, baik individu maupun kelompok, dilarang untuk saling menghina dan merendahkan satu orang yang lainnya. Oleh karena itu, tidak tepat apabila ada orang mukmin yang sampai hati melihat sesama mukmin mengalami penderitaan, baik disebabkan oleh tangannya sendiri atau orang lain.
e. Tolong menolong; Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang lemah, sehingga tidak dapat hidup sendiri. Setiap orang membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain, perlu dilakukan tidak hanya sebatas sesama muslim saja, melainkan juga dengan sesama manusia. Sebagai manusia kita memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan. Oleh karenanya memerlukan manusia lainnya.
f. Saling menasehati; saling menasehati sebenarnya termasuk bagian dari saling menolong, namun saling menasehati sifatnya lebih khusus kepada hal-hal yang lebih bersifat gagasan-gagasan, guna memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi.



G. Penutup
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak atau moral menempati kedudukan yang istimewa dan sangat urgen. Hal ini dapat dilihat bahwa Rasulullah saw., menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok risalah Islamiyah, sebagaimana sabdanya:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ (رواه البيهقى)
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (H.R. Baihaqi)
Oleh karena itu, sudah kewajiban kita untuk belajar tentang akhlaq dan moral, sehingga kita bisa mengetahui dan berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan akhlaq-akhlaq tercela (madzmumah) dan selalu berusaha dan berjuang menyuciukan jiwa untuk memperoleh al-Akhlaqu al-Karimah, dan semua itu akan didapatkan melalui pembelajaran dan pendidikan agama.

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar